Mamuju, Mediasuaranegeri.com – Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang dikelola oleh PT Rekind Daya Mamuju (RDM) terletak di Dusun Palapi, Desa Belang-belang, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju, Sulbar dinilai kebal hukum dan diduga kurang peduli atas nasib warga di dua Dusun, yakni Dusun Palapi dan Dusun Talaba serta tidak memenuhi kewajiban Corporate Social Responsibility (CSR) terhadap Masyarakat.
Hal tersebut terkuak saat setelah salah satu perwakilan warga terdampak di Dusun Talaba, Desa Belang-belang kepada media ini, mengungkapkan keluhannya atas dampak limbah yang dikeluarkan dari mesin PLTU mengakibatkan atap rumah warga rusak (keropos_red).
“Sampai saat ini pengganti atap warga belum jelas. Kalau kita bahas CSR, inilah pergantian atap adalah CSR, itu bahasanya mereka (pihak PLTU_red) kepada masyarakat. Inikan dampak dari perusahaan sendiri yang merusak pemukiman masyarakat, wajar diganti dan bertanggungjawab, kenapa di kaitkan dengan dana CSR,” tutur Adi salah satu warga yang juga terkena dampak kepada media ini beberapa waktu lalu dikediamannya.
Lanjut Adi, karena ini dampak kerusakan diakibatkan limbah perusahaan, jadi tidak ada alasan. Sementara CSR itu kewajiban perusahaan untuk masyarakat setempat.
“Jika kita masuk bertanya, jawabannya; perusahaan lagi mau rugi. Sementara itu sudah ada perjanjian yang masyarakat buat dengan pihak perusahaan sejak awal masuknya perusahaan di Belang-belang. Bahwa di mana setiap rumah akan digantikan atap sengnya yang sudah rapuh,” jelasnya.
Menurut dia, atap rumah wajib diganti karena volusi udara dari PLTU yang mengakibatkan atap rumah mudah keropos dan cepat rusak diakibatkan PLTU dekat dengan pemukiman warga
“Akibat keroposnya atap seng warga faktor campuran cairan air laut di olah hingga tawar itulah yang terhambur dipemukiman masyarakat,” ungkapnya.
Selain itu kata Adi, kondisi didalam gedung perusahaan, jika ingin melangkah di anak tangga berbahan besi itu harus berhati-hati karena semua sudah rapuh (keropos_red).
“Bangunan PLTU itu sudah tidak layak, karena sudah banyak material besi keropos yang harus diganti namun itu tidak diganti. Sedangkan itu ada tangga besi yang dipakai kelantai dua sudah hancurmi itu tangga, jadi bahaya karena memang keropos didalam,” ungkapnya.
Adi menilai, itu saja digambarkan, sedangkan besi di pakai di PLTU sudah diketahui ketebalannya dan itu keropos, bagaimana dengan atap-atap masyarakat yang ketebalannya tidak seberapa dibanding dengan yang di pakai di PLTU. Dan dipenampungan batu baranyapun saja itu sudah menggunakan terpal, jelasnya.
Selain dampak ke atap rumah warga, lanjut Adi menyampaikan, semenjak ada PLTU tidak ada lagi kata panen kakao (coklat_red), biasanya sebelum ada PLTU itu ada panen raya, dan sampai saat ini ia dengar tidak ada kata panen.
“Mudah-mudahan bisa semua keseluruhan rumah masyarakat diganti atapnya karena ini yang mengganggu,” harapnya.
Selain dampak itu, kata Adi, jika kita lihat kondisi laut sekarang, rumput laut seperti kanang-kanang itu semua habis atau punah.
“Rumput laut tidak adami itu disana. Sebelum ada PLTU itu sangat rimbung. Sekarang tidak adami dipinggiran pembuangan limbahnya,” tambahnya.
Sementara itu, pihak sekolah (Guru_red) di SD Talaba saat di temui dikediamannya beberapa waktu lalu juga keluhkan atas limbah PLTU, baik debu maupun cairan yang menimpa atap sekolahnya.
“Kalau debunya adapi angin kencang baru dilihat. Cuman, kalau biasanya itu saja kita bilang atap seng saja hancur bagaimana dengan anak sekolah, cuman kan tidak langsung kelihatan mungkin karna kita mandi, jadi kita tidak tau kedepannya bagaimana,” tuturnya salah satu guru pengajar yang kediamannya tidak jauh dari Sekolah tersebut.
Lanjut ia katakan, biasa kalau ada angin lain warnanya hujan. Jarak penampungan limbah yang diduga debu dari pembakaran batu bara itu paling dekat dengan Sekolah.
“Dampak dari pada limbah PLTU itu, fasilitas sekolah seperti atap ruangan belajar rusak. Bentuk tanggung jawab perusahaan hanya satu ruangan. Jadi kami bermohon seng ke Diknas. Dan seng yang terpasang itu dari Diknas, apa kalau PLTU mau naganti hanya satu kelas saja,” tuturnya.
Diketahui, PLTU Belang-belang berdasarkan informasi warga setempat itu tidak ada sosialisasi ke Masyarakat.
Setelah berita ini tayang, tim media ini berupaya melakukan konfirmasi pihak PLTU Belang-belang atau PT Rekind Daya Mamuju selaku pengelola manajemen.
***
