MAMUJU, MEDIASUARANEGERI – Gabungan Aktivis Sulawesi Barat menggelar dialog publik dengan tema “Dana Bencana di Tahun Politik“ di salah satu warung kopi di Kota Mamuju. Kamis, 21 November 2024.
Diskusi ini mengkritisi Tim Assesmen dana bencana yang dinilai tidak transparan dan diduga sarat dengan kepentingan politik menjelang hari pencoblosan Pilkada.
Dalam dialog tersebut, peserta menyoroti pelaksanaan validasi bantuan stimulan tahap II oleh tim asesmen yang dilakukan hanya sepekan sebelum hari pencoblosan. Proses tersebut menghabiskan anggaran miliaran rupiah, tetapi diduga melibatkan pihak yang memiliki afiliasi dengan tim sukses salah satu calon bupati Mamuju.
Salah satu narasumber, Abdillah menyebutkan bahwa proses asesmen tersebut merupakan bentuk pemborosan anggaran.
“Data penerima bantuan sebenarnya sudah tersedia di pusat. Jadi, mengapa perlu asesmen ulang? Apalagi, ada dugaan bahwa tim asesmen ini bagian dari tim sukses calon tertentu,” ujarnya.
Aktivis lain yang juga menjadi narasumber, Sopliadi, menambahkan bahwa rekrutmen tenaga pendamping dalam program ini tidak transparan dan terkesan dipaksakan.
“Proses rekrutmen cacat prosedural. Bahkan, korban gempa dua tahun lalu kini hanya dijadikan alat untuk kepentingan politik,” ungkapnya.
Dalam dialog tersebut para aktivis menyoroti tiga isu utama dalam pengelolaan dana bencana yakni:
– Prosedur Rekrutmen Tidak Transparan
Rekrutmen tenaga pendamping dinilai tidak dilakukan secara terbuka dan objektif, sehingga menciptakan keraguan akan kredibilitasnya.
– Pemborosan Anggaran
– Proses asesmen tambahan dianggap tidak diperlukan karena data penerima bantuan sudah tersedia di pusat.
– Alokasi Anggaran Tidak Tepat Sasaran
Dana bencana seharusnya diarahkan untuk membantu masyarakat terdampak, bukan untuk alokasi yang tidak jelas manfaatnya atau bahkan digunakan untuk kepentingan politik.
Diakhir kegiatan Para aktivis mendesak aparat penegak hukum dan pihak berwenang untuk segera mengambil tindakan guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana bencana.
“Anggaran ini harus digunakan untuk kepentingan rakyat, bukan untuk kepentingan politik,” tegas Sopliadi.
Dialog publik ini menjadi pengingat bahwa pengelolaan anggaran yang bersumber dari APBD, khususnya dana yang digunakan tim pendamping harus bebas dari praktik politik praktis.
***