BERITA SULBAR

Gakkum Sulbar dan BPN Mamuju Olah TKP di Tambang, Wahab Tola: Saya pun ingin tau HL dimana batas dan papan informasinya

PASANGKAYU || SUARANEGERI – BPN Mamuju bersama GAKKUM Sulbar gelar olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) lokasi penambangan pasir di Sungai Lariang yang dinilai masuk dalam kawasan Hutan Lindung (HL) di Desa Lariang, Kecamatan Tikke Raya, Kabupaten Pasangkayu, Sulawesi barat (Sulbar), Sabtu (7/9/2024).

Merespon hal itu, Wahab Tola yang merupakan pemilik lokasi tersebut saat dikonfirmasi mengatakan, tujuan GAKKUM dan BPN turun di lokasi untuk mengolah TKP yang menurutnya masuk dalam kawasan HL.

“Saya berdasar hak milik itu berdasarkan sertifikat. Dan itu berdasarkan sertifikat yang mana itu di klain masuk kawasan Hutan Lindung. Dalam hal ini, saya pun juga ingin mengetahui Hutan Lindung itu dimana batas – batasnya dan dimana papan informasinya, dimana tanda batasnya,” ucap Wahab Tola di Pasangkayu. Sabtu (7/9/2024).

Lanjut Wahab Tola, sampai saat ini masyarakat belum pernah mendapatkan sosialisasi dan pemberitahuan dari instansi terkait mengenai kawasan Hutan Lindung yang ada di Lariang. Pemberitahuannya sampai saat ini kepihaknya belum terima dan belum dapat mengetahui bahwa lokasi bersertifikat tersebut itu masuk kawasan Hutan Lindung.

“Sertifikat kamipun sah dimata hukum sejak tahun 2002. Sebelum terbit sertifikat, kami kelola dari dulu, seperti tambak udang dan ikan, bapak sayakan pekerja tambak,” ujarnya.

Selain itu, Wahab Tola juga mengatakan, berdasarkan data yang didapatkannya di peta penetapan kawasan hutan lindung ditahun 2021 itu, makanya ia perlihatkan sertifikat miliknya tahun 2002.

“Itu data kami dapat sendiri di peta, kami belum dapatkan peta penetapan kawasan hutan lindung yang resmi dari Kehutanan, maupun dari GAKKUM atau BPN,” ungkapnya.

Sesuai kondisi dilapangan, lanjut Wahab Tola, pihaknya dampingi BPN melakukan pengukuran berdasarkan titik lokasi pada sertifikat tersebut.

“Harapan saya selaku Masyarakat Desa Lariang merasa sangat besar dampaknya, karena banyak disekitar Masyarakat Desa Lariang gara-gara tambang ini tutup menyebabkan pengangguran terjadi lagi. Olehnya itu, semoga segera ada titik terangnya karena ini sangat meresahkan kami di Desa Lariang,” tandasnya.

Sementara itu, Kepala Desa Lariang, Firman saat dikonfirmasi dikediamannya terkait hal tersebut mengatakan, dirinya selaku Pemerintah Desa Lariang tidak tahu menahu bahwa diwilayah itu masuk Hutan Lindung.

“Selama saya menjabat tidak tau bahwa itu adalah wilayah hutan lindung. Karena tidak ada penyampaian baik dari Kehutanan maupun instansi terkait dan tidak ada memasang papan bicara disitu bahwa disini hutan lindung, jangan dikelola sehingga saya bisa sampaikan kemasyarakat atau masyarakat sendiri mengetahuinya,” ucap Firman.

Lanjut Firman, Masyarakat Desa Lariang tidak tau dan pihanya saja selaku pemerindah Desa tidak tau. “Jadi kalau ada administrasi dibawah oleh Masyarakat, sebagai pelayanan pasti saya tandatangan karena saya tidak tau bahwa itu hutan lindung,” ujarnya.

Selain itu kata Firman, dan tidak pernah ada sosialisasikan terkait wilayah kawasan hutang lindung di Desa Lariang sejak dirinya jabat sebagai Kepala Desa.

“Kalau itu sertifikat saya kurang paham, nanti ada masalah ini baru saya lihat itu sertifikat. Dan itu tadi saya selaku Pemerintah Desa, tapi jika ada muncul sertifikat kalau memang obyeknya disitu kenapa BPN mengeluarkan sertifikat jika itu hutan lindung itu yang saya bigungkan,” tuturnya.

Kalau daerah tambang, kata Firman, tidak tau bahwa itu hutan lindung atau tidak. Nanti pertanahan (BPN) yang tau apakah sertifikat itu obyeknya disitu atau bukan.

“Kalau memangnya itu hutan lindung, tolong berikan kami keringanan kepada masyarakat kami dan tolong kalau bisa lepaskan, karena itulah salah satu kehidupan masyarakat kami,” harapnya selaku Pemerintah Desa Lariang.

Laporan: Sudir37

Popular

To Top