PAPUA || SUARANEGERI – Dampak dari Otonomi Khusus (Otsus) bagi Orang Asli Papua (OAP) diduga kuat tidak berdampak positif bagi masyarakat Papua itu sendiri khususnya Masyarakat OAP yang beradah di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat.
Seperti yang beberapa saat ini menjadi topik hangat diskusi hingga perdebatang di media sosial dalam hal ini dalam group-group WhatsApp Teluk Bintuni yang membahas terkait Otsus yang kurang berdampak pada OAP itu sendiri.
Ketua Forum Anak-anak Asli 7 Suku Peduli Otsus (FORAPELO) Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, Agustinus Orosomna,SH mengatakan dalam pesan singkatnya melalui Aplikasi WhatsApp kepada media bahwa Kehadiran Otsus di Tanah Papua semenjak Jilid I dinilai tidak mampu membawa perubahan yang signifikan bagi Orang Asli Papua, sehingga Pemerintah Republik Indonesia kembali mengaktifkan Otsus Jilid II tujuannya hanya satu yaitu, memberdayakan Orang Asli Papua untuk berdiri sejajar dengan Suku-suku lain di Indonesia.
“Untuk itu kami minta kepada seluruh Kepala Daerah di Papua Barat agar ikut menjalankan amanat UU OTSUS tersebut karena itu adalah perintah Negara yang harus dijalani demi kesejahteraan Orang Asli Papua dibingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia,” pungkas Agus pada isi pesan WhatsApp-nya.
Lanjut Ketua FORAPELO, Didalam UU No 2 Tahun 2021 Pasal 74 ayat 4 memerintahkan bahwa seluruh kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten di Tanah Papua baik di bidang Ekonomi Politik Birokrasi harus sebesar-besarnya diberikan kepada OAP. Merujuk pada pernyataan pasal 74 ayat 4 diatas, maka kami minta untuk penempatan jabatan Eselon 1, 2, 3 dan 4 itu sebanyak-banyaknya harus di isi oleh OAP contoh, seperti Jabatan Sekda Kepala-kepala OPD harus disi mayoritas OAP, begitupula pengisian Anggota DPRD tingkat Kabupaten maupun Provinsi harus mayoritas OAP.
Namun belakangan ini kami lihat tidak ada kepala daerah di Papua Barat yang berani menjalankan perintah UU Otsus Tersebut secara maksimal. Pada akhirnya, OAP merasa tidak puas, OAP merasa tidak dihargai, OAP merasa hak-haknya dirampas oleh orang lain dan akhirnya OAP kecewa dan tidak percaya terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia. Terangnya
padahal yang salah dalam kebijakan itu adalah OAP itu sendiri yang tidak mau memberdayakan sesama OAP. Kami meminta Kepada Kepala BP3OK Republik Indonesia dan BP3OK tingkat Provinsi Papua Barat agar segera menggandeng KPK RI agar melakukan Evaluasi dan Monitoring terhadap kebijakan Otsus di Tanah Papua lebih khususnya di Papua Barat mulai dari kebijakan Pemerintah Daerah dalam penggunaan sumber Dana Otsus yang terdiri dari Blockgrand Spesifik Grand dan Otsus DTI apakh sudah menyentuh OAP atau tidak. Tegas Agus
Harapannya, agar mewujudkan Keberpihakan Kepada Orang Asli Papua dalam segala bidang. Maka kami meminta kepada seluruh Kepala-kepala Daerah seTanah Papua lebih khususnya di Papua Barat harus berpijak pada UU OTSUS No. 2 Tahun 2021 PP 106 dan 107 sebagai landasan hukum bagi pemberdayaan Orang Asli Papua.
Laporan: Ariawan Uka