PALOPO, Mediasuaranegeri.com – Masyarakat Kota Palopo semakin cerdas dalam memilih pemimpin, namun apa yang terjadi di Pilkada kali ini justru menunjukkan bahwa mereka terpaksa menghadapi upaya licik yang kembali mencederai prinsip demokrasi. Penolakan tegas terhadap calon wali kota yang dengan jelas melanggar aturan, namun tetap dengan enteng mengusung keluarga sendiri, seharusnya menjadi cermin bagi seluruh pihak untuk merenungkan seberapa serius mereka dalam menjaga integritas dalam proses demokrasi.
Mahkamah Konstitusi (MK) melalui keputusan Perkara Nomor 168/PHPU.WAKO-XXIII/2025, dengan berani mengabulkan sebagian permohonan mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Wali Kota Palopo Tahun 2024. Dalam keputusan tersebut, MK memerintahkan KPU Kota Palopo untuk menggelar pemungutan suara ulang tanpa melibatkan Trisal Tahir, calon yang dengan gamblang terbukti tidak memenuhi syarat administratif, salah satunya terkait ijazah palsu. Namun, meskipun keputusan ini sudah jelas, yang sangat disayangkan adalah usaha untuk kembali mengusung keluarga dari calon yang sama, seperti ingin mempertahankan hak kekuasaan dengan cara yang tidak sah.
Usman, seorang aktivis Palopo, dengan lantang mengkritik tindakan ini. “Syarat administrasi adalah kewajiban mutlak, bukan sekadar formalitas. Ketika ada calon yang dengan sengaja menggunakan ijazah palsu untuk mencari legitimasi, itu adalah tindakan penipuan yang merusak kepercayaan publik. Yang lebih buruk lagi, mereka malah mengusung keluarga mereka kembali, seolah-olah kekuasaan adalah milik mereka sendiri,” ujarnya, Jumat 21 Maret 2025.
Masyarakat Palopo, yang sudah mulai sadar akan pentingnya transparansi dan kejujuran dalam pemilihan umum, merasa sangat dihianati. “Bagaimana mungkin kami akan mendukung mereka yang tak segan-segan merusak prinsip demokrasi demi kepentingan keluarga? Ini adalah bentuk penghianatan terhadap demokrasi yang kami bangun bersama,” lanjut Usman dengan penuh kekecewaan.
Tindakan ini tidak hanya mencoreng muka demokrasi, tapi juga menunjukkan bahwa ada pihak yang tidak menghargai kejujuran dan integritas sebagai landasan utama kepemimpinan.
“Pemimpin yang baik tidak hanya dinilai dari kemampuannya, tetapi juga dari integritas dan moralitasnya. Kejujuran adalah pondasi dari kepercayaan, dan tanpa itu, kepercayaan masyarakat akan hilang begitu saja,” tegasnya.
Masyarakat Palopo kini semakin tidak tertipu oleh manuver-manuver politis yang hanya mengedepankan kepentingan pribadi dan keluarga. Mereka menuntut agar kejujuran dan integritas menjadi syarat utama dalam memilih pemimpin, bukan sekadar tampil dengan janji kosong yang dipenuhi kepalsuan. Jika ada yang mencoba mengabaikan hal ini, maka sudah saatnya mereka belajar dari kekecewaan yang dialami rakyat Palopo, yang jelas tidak akan membiarkan dirinya dibodohi lagi.(*)
***
